Pages

Friday 20 April 2012

6 Asal Usul dari Tanda Baca

1. Tanda Tanya
Pada awalnya, dalam bahasa latin, untuk mengindikasikan pertanyaan, orang harus menuliskan kata "Questio" di akhir kalimat untuk menandakan bahwa kalimat tersebut adalah kalimat tanya. Maka untuk menghemat tempat, kata tersebut akhirnya disingkat menjadi qo, yang kemudian dimampatkan lagi menjadi huruf q kecil di atas huruf o, yang akhirnya makin lama makin habis menjadi titik dan garis mirip cacing, persis seperti tanda tanya kita sekarang.

2. Tanda Seru
Seperti tanda tanya, awalnya juga dimulai dengan menumpuk huruf. Tanda ini berasal dari kata dalam bahasa Latin "io" yang berarti "seruan kegembiraan". ketika huruf i ditulis di atas huruf o, lama-lama dipersingkat seperti tanda seru kita sekarang ini.

3. Tanda Sama Dengan
Ditemukan oleh ahli matematika Inggris Robert Recorde pada 1557, dengan pemikiran seperti ini (dalam bahasa Inggris kuno) "I will settle as I doe often in woorke use, a paire of paralleles, or Gmowe [i.e., twin] lines of one length, thus : , bicause noe 2 thynges, can be more equalle." atau terjemahannya: "Aku akan menggunakan tanda ini seperti biasanya, sepasang garis sejajar, atau kembar dengan panjang yang sama, karena tidak ada dua hal lagi yang bisa lebih sama dengan dua garis sejajar ini." Tanda sama dengan asli temuan Robert setidaknya 5 kali lebih panjang dari yang kita kenal sekarang.

4. Ampersand
Simbol ini adalah bentuk stilir dari "et" dalam bahasa Latin yang berarti "Dan." Tanda ini ditemukan oleh Marcus Tullius Tiro, seorang penulis dari abad pertama di Roma. Nama Ampersand baru diberikan setelah 17 abad kemudian. Pada awal 1800-an, murid sekolah belajar simbol ini sebagai huruf ke 27 setelah Z, tapi masih tanpa mana. Jadi di awal 1800-an ini mereka belaar ABC dengan "and per se, and" yang berarti "&" dan kemudian karena saking cepatnya dibaca, akhirnya menjadi "ampersand".

5. Octothorp
Nama aneh untuk tanda penomoran ini datang dari kata "Thorpe", kata dalam bahasa Normandia Kuno untuk desa atau tanah pertanian yang sering ditemui dalam bahasa Inggris untuk nama tempat. AWalnya digunakan untuk pembuatan peta, yang berarti desa yang di kelilingi delapan pertanian. Karena delapan (octa) dan pertanian (thorpe), maka muncul nama ini, Octothorp.

6. Tanda Dollar
Pemerintah Amerika baru menerbitkan uang mereka sendiri pada 1794, dan pada waktu itu masih menggunakan mata uang dunia lama - peso - atau Dollar Spanyol. Koin 1 Dollar Amerika pertama persis sekali seperti uang Peso Spanyol, baik berat maupun nilainya, jadi mereka mengambil singkatan yang sama: Ps. Makin lama perkembangannya, huruf P ditulis menimpa S, dan kemudian mulai lingkaran di atas P tadi dibuang, jadi hanya huruf S yang ditimpa dengan garis vertikal.

Thursday 19 April 2012

Panduan Organisasi Pengaruh Prilaku Individu Terhadap Efektifitas Organisasi


A. Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk berakal merupakan makhluk yang mendapat kedudukan tertinggi. Oleh karena itu, manusia selalu menjadi motor penggerak dalam setiap kegiatan yang ada, baik itu kegiatan untuk manusia itu sendiri sebagai individu maupun manusia sebagai makhluk sosial, bahkan pada hakikat tertinggi adalah menyadari manusia sebagai makhluk Tuhan.

Dalam ilmu manajemen disebutkan bahwa manusia termasuk ke dalam salah satu aset sumber daya, yaitu sumber daya manusia. Sumber daya manusia memberikan cetusan kreatif di setiap organisasi. Kreativitas manusia itulah yang nantinya akan membawa dampak pada kemajuan atau kemunduran dari organisasi dilihat dari bagaimana manusia sebagai sumber daya tersebut mengolahnya.

Orang-orang merancang dan menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa, mengendalikan mutu, memasarkan produk-produk, mengalokasikan sumberdaya finansial, dan menetapkan keseluruhan strategi dan tujuan organisasi. Tanpa orang-orang yang efektif nampaknya sangat sulit bagi organisasi tersebut meraih tujuan-tujuannya. Tidak satupun sumberdaya yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap organisasi selain sumber daya manusia.

Sebagai salah satu sumber daya, manusia yang notebene mempunyai perilaku, akan mempengaruhi perilaku dalam organisasi tersebut. Perilaku manusia tersebut tak lepas dari bagaimana manusia tersebut mengatur dirinya sendiri sehingga dapat memberikan kontribusi kepada organisasi atau perusahaan tempat dia beraktivitas.

B. Permasalahan

Manusia dalam dimensinya sebagai motor dalam sebuah organisasi mempunyai peran yang sangat signifikan. Dengan demikian seberapa besar pengaruh dimensi manusia terhadap efektivitas organisasi tersebut.

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi manusia terhadap efektivitas organisasi tersebut.

D. Sistematika

Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: A. Pendahuluan, B. Permasalahan, c. Tujuan Penulisan, D. Sistematika, E. Dimensi Manusia, F. Efektivitas, G. Perilaku, H. Perilaku Individu yang mendukung Efektivitas Organisasi, I. Kesimpulan

E. Dimensi Manusia

Schein mengidentifikasikan empat tipe asumsi menejemen terhadapa karyawannya:

1. Manusia Rasional-Ekonomis : Asumsi model ini adalah bahwa orang mengevaluasi pelbagai tindakan dan memilih yang potensial memberikan manfaat maksimal.

2. Manusia Sosial : Karyawan termotivasi pada kebutuhan sosial melalui hubungan dengan orang lain.

3. Manusia yang mengaktualkan diri : Manusia memotivasi dan mengontrol diri untuk mendorong mereka bekerja.

4. Manusia Kompleks : Manusia bersifat kompleks dan selalu berubah. Karyawan bisa saja mengadopsi motif baru berkat pengalaman mereka.

Dengan demikian bahwa manusia dapat digolongkan ke dalam berbagai asumsi sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Bagi para ahli yang mendukung teori-teori tentang manusia dan peranannya dalam setiap kegitan keorganisasian ataupun kegitan bekerja lainnya, bahwa manusia selalu berada dalam tahapan-tahapan untuk mencari tempat yang sesuai dengan motivasi dan kebutuhannya sendiri.

F. EFEKTIVITAS

Keefektifan adalah penilaian yang dibuat secara individu sehubungan dengan prestasi individu, kelopok, dan organisasi. Makin tinggi prestasi terhadap prestasi yang diharapkan, maka makin lebih efektif kita menilai mereka.

Keefektifan terdiri dari tiga perspektif:

1. Keefektifan individual ; Perspektif ini menekankan pelaksanaan tugas dari pekerja atau organisasi.

2. Keefektifan kelompok ; Perspektif ini adalah jumlah sumbangan dari anggotanya.

3. Keefektifan organisasi; Perspektif keefektifan organisasi adalah keefektifan individu dan kelompok.

Hubungan ketiga keefektifan tersebut bahwa keefektifan kelompok tergantung pada keefektifan individu, dan keefektifan organisasi tergantung pada keefektifan kelompok.

Kriteria keefektifan meliputi:

1. Produksi

2. Efisiensi

3. Kepuasan

4. Keadaptasian

5. Pengembangan

G. PERILAKU

Perilaku organisasi adalah penelaahan tentang individu dan kelompok dalam organisasi. Sebuah organisasi juga mempunyai perilaku yang sama dengan perilaku manusia.

Perilaku berhubungan dengan kepribadian dan sikap. Perilaku yang baik akan menentukan keprbadian dan sikap yang baik pula. Perilaku individu adalah perilaku yang dimiliki oleh setiap orang. Perilaku seseorang dengan orang lain berbeda – beda. Perbedaan ini menentukan keunikan individu tersebut, sehingga juga berpengaruh pada keunikan yang terdapat dalam organisasi. Seorang manajer harus paham betul akan keunikan para pegawainya.

Dalam aliran perilaku memandang bahwa organisasi terdiri dari tugas – tugas dan manusia. Adanya peranan anggota dalam kelompok sebagai faktor yang menentukan terbentuknya perilaku organisasi. Kebiasaan dan norma kelompok membentuk perilaku dan mempengaruhi tingkat produktivitasnya.

H. PERILAKU INDIVIDU YANG MENDUKUNG EFEKTIVITAS ORGANISASI

Perilaku individu akan memotivasi seseorang untuk memenuhi tingkaat kebutuhan individu yang tertinggi, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri. Kebutuhan ini untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan memaksimumkan pemanfaatan kemampuan, keahlian, dan potensi seseorang secara penuh. Akan tetapi, sebuah organisasi tidak dapat melepaskan begitu saja dari kebutuhan dasar manusia.

Proses untuk memenuhi kebutuhan perwujudan diri dilakukan dengan mengefektifkan kinerja sehingga tercapai sebuah prestasi yang tinggi.

Apabila seorang karyawan dapat memotivasi dirinya untuk memaksimalkan potensi tersebut dan merancang strategi untuk mencapai efektivitas kinerja secara pribadi, tentunya dia akan mengefektivitaskan kelompok dan mengarah kepada efektivitas organisasi.

Sebuah organisasi besar yang dapat dikatakan sukses dalam menjalankan sebuah proses produksi dan jasa, tentunya tidak lepas dari kepiawaian dari manajer atau pimpinan puncak yang mendesain organisasi tersebut ke arah sebuah keefektifan kinerja denga mempertimbangkan unsur – unsur dan potensi- potensi yang dimiliki oleh individu – individu tersebut.

I. KESIMPULAN

Manusia dimanapun selalu mendapat kedudukan tertinggi di setiap lini kehidupannya. Demikian pula dalam keorganisasian dan bekerja. Oleh karena itu, manuisa selalu menjadi motor penggerak dalam setiap usaha pemenuhan kebutuhan baik yang sangat dasar sampai pada tingkat tertinggi yaitu aktualisasi diri. Dalam kaitannya dengan peran manusia dalam bekerja dan berkumpul dengan orang lain, manusia membutuhkan efektivitas dalam kinerjanya dengan mengedepankan perilakunya dalam organisasi tersebut.

Maka dapat dikatakan bahwa manusia yang efektif adalah manusia yang memberikan kontribusi keefektifan dalam organisasinya.

Wednesday 11 April 2012

Belajar Menggunakan Bahasa Batak Toba


Bahasa Batak Toba hingga kini masih merupakan alat komunikasi sehari-hari antar warga masyarakat penuturnya. Orang Batak Toba akan lebih mantap menyampaikan perasaan hatinya jika menggunakan bahasa Batak, entah itu ditujukan kepada diri sendiri atau kepada orang lain.
Dalam dialognya, mereka sering tidak menyadari kalau banyak sekali ungkapan-ungkapan yang disampaikan itu merupakan partikel fatis. Selain untuk menyatakan perasaan penuturnya, ungkapan-ungkapan fatis ini juga dipakai untuk menjalin hubungan antarpenutur dan lawan tuturnya. Jalinan komunikasi tersebut dapat berupa ucapan salam, mengakrabkan hubungan, dan dapat sebagai basa-basi pergaulan


Di samping itu, sebagai alat komunikasi verbal, ungkapan fatis pada dasarnya lebih merupakan sebuah ekpresi kemaknaan yang hadir dalam bahasa lisan. Artinya, makna sebuah ungkapan fatis dapat dipahami secara tepat jika ungkapan fatis tersebut disampaikan secara lisan, bukan dituliskan. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi fatis sangat dominan digunakan.





A. Partikel ai
Partikel ai digunakan pada awal ujaran. Partikel ini.
1) mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan
oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, misalnya
“Ai so binoto sipata pangalaho ni begu, rajanami! ” ninna datu i mangalusi,


‘Kadang-kadang kita tidak mengerti sih sifat setan, tuan raja!’ ujar dukun itu menjawab


“Ai adong do sipata boru ni raja, na so pola mamereng hamoraon!”
‘Kadang-kadang ada juga kok putri raja yang tidak memandang kepada kekayaan’
“Ai hea do tarsonggot iba mamereng dongan jolma”
‘ Ah masak terkejut sih melihat sesama manusia’


Pembuka kalimat tanya Contoh:
a. “Ai laho tu dia hamu ?
‘Kemana sih, Pak?’
b. “Ai aha do Hasian?”
‘Ada apa sih, Sayang?’
c. “Ai apala aha huroha Lae na ringkot silangkahononmu tu Barus”
‘Ada apa sih Lae, kok penting sekali harus ke Barus?’
d. “Ai boasa songon na tarsonggot hamu Lae?”
‘Mengapa kok seperti terkejut Lae?’


Pengganti kata tanya dalam bentuk hormat
misalnya,
a. “Ai boru aha do hamu Inang ? “
‘ Marga apa sih Ibu?’
b. “Ai na boha do huroha anakta i ?, ninna amanta Siahaan i manulingkiti asa tung
takkas aha na di bagasan roha ni inanta”
” Kenapa sih rupanya anak kita itu Ibu?, tanya Pak Siahaan untuk memperjelas apa
yang ada di hati ibu itu’.
c. “Ai apala aha huroha, Lae, na ringkot silangkahononmu tu Barus?”
‘Ada apa sih gerangan yang sangat penting yang hendak Lae jalani ke Barus?’


“Ai mempunyai makna “sebab” dan ‘karena”, misalnya,
a. “… ai au pe Inang na ditonahon anakta do umbahen borhat au manjumpangi ibana asa dohot ninna au mandohoti asara wisudana i”.
‘… aku juga karena dipesan anak kita kok berangkat untuk menemui dia supaya turut menghadiri acara wisudanya’.
b. “Alai nang pe sangon i, ndang dung dope adong pangisi ni Lobu Sotartaban na mate dibahen babiat; ai tuk do tutu panganonna di tombak i, i ma angka aili, ursa dohot angka na asing i”
‘Namun walaupun demikian, belum pernah ada satu orang pun penghuni Lobu Sotartaban itu yang mati oleh harimau, karena, makanannya cukup banyak kok tersedia di hutan itu, yaitu babi hutan, rusa dan yang lainnya’


======================================================================


B. Partikel E
Partikel E ini digunakan pada awal dan tengah ujaran.
untuk menarik perhatian
a. Supaya dapat menerima kenyataan, misalnya,
“E borunghu, ba dia ma sidokhonon nunga songon i partubuan ni daging dibahen Ompunta Mula Jadi Na Bolon sitaonon di”
‘Yah, begitulah putriku, kita tidak dapat melawan takdir yang sudah ditetapkan oleh
Ompu Mula Jadi Nabolon, kita harus menerimanya’.
“E, ima da, Anggia”
‘Yah, begitulah Dek’


b. supaya tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu, misalnya,
“E, boru Tumbaga borungku, sai dijujui ho ahu, ito, tu pangolian nunga tangkas songon na binerengmu, ia uban nunga saksak di simanjunjung, pamerengan nunga lam tu hurangna, boru ni ise be, ito, na olo tu ahu, nunga roha nama disi”
‘Yah, putriku Tumbaga, putriku, kamu selalu mengingatkanku, ayahmu, untuk menikah lagi padahal sudah jelas kamu lihat rambut di kepalaku sudah semua menjadi uban, penglihatanku pun sudah berkurang, Putri siapa lagi sih yang mau kepadaku, yah sudah deh biarkan saja begitu’


c. mengingatkan karena ada sesuatu hal yang aneh, misalnya,
‘Mabiar, mabiar? E, songon na adong do tarbereng ahu disi opat matana bollangbollang, ganjang-ganjang, obukna”
‘Takut, takut, yah, sepertinya di situ terlihatku ada empat mata yang melototlotot, rambutnya panjang-panjang’


d. supaya dikasihani, misalnya,
“E, da rajanami tung asi nirohamu ma, rajanami, mamereng hami na dua”
‘Yah tuan raja, kami hanya memohon belas kasihan raja pada kami berdua’


Untuk memanggil seseorang hendak
a. mengingatkan supaya tahu bersopan santun
“E Damang, pintor naeng lintun do hamu, ia tung hata mauliate nian ndang dokhononmu tu hami”


‘Eh Pak, kok langsung mau pulang saja, sebaiknya berpamitan dan berterima kasih dulu dong pada kami’.


b. menanyakan perihal sesuatu karena tidak puas,
“E, lapo aha do on?,”
‘Hei, warung apa sih ini?’


c. menanyakan sesuatu dalam rangka menyelidik,
“E, parlapo jot jot du ro tu lapoon parjuji ?”
‘Hei, pemilik warung, sering enggak sih pejudi-pejudi datang ke warung ini?’


Untuk mengingatkan,
a. supaya insaf atau sadar,
“E da rajanami, tung na mora pe rajanami, anggo so adong hape anakna tung so adong do lapatan ni hamoraon i, rajanami”.
‘Yah, tuan raja ternyata biar pun orang kaya, kalau tidak memiliki anak, tetap juga kok kekayaan itu tidak berarti apa-apa’.


b. tentang sesuatu yang tidak dapat disesali lagi karena sudah berlalu,
“E… Inang, gabe asido rohani / si Takkas marnida Inana namatua i naso adong sikkolana na i”.
‘Aduhai Bunda’, hati Takkas menjadi terenyuh melihat ibunya yang sudah lanjut usia dan tidak berpendidikan itu’.


c. yang berupa ancaman,
“E, hatami na dirimpu ho do siseat lomok-lomok piso on, huboan pe piso on na laho manjungkit mata ni jolma do dohot mamuntarhon butuha ni jolma asa botoonmu”.
‘Heh, ucapanmu itu, emang kamu pikir pisau ini untuk memotong anak babi, pisau ini kubawa untuk mencongkel mata manusia kok dan juga untuk mengeluarkan isi perutnya, supaya kamu tahu’.


d. dalam bentuk teguran,
“E, babami lak so di boto ho do manghatai”.
‘Eh, mulutmu kok kamu tidak tahu bicara sih’.


C. Partikel Da
Partikel da digunakan untuk
menggantikan kata tanya, misalnya
a. “Sian do ho da, anak ni Namboru?”
‘Dari mana sih pariban?’


b. “Da, ho do boru sihahaan ni aman ta”.
‘Bukankah kamu putri pertama dari Bapak?’


Menyatakan ya atau begitulah, ditaruh pada akhir kalimat, misalnya
a. “Songon on ma, Among, molo ingkon lao ma hamu unang pola laosi hamu parit ni hutanan i, da”
‘Baiklah Pak, kalau Bapak harus juga berangkat sebaiknya tidak melintasi tembok kampung itu deh ya’


b. “Olo, ito, jai lao jo ahu, ito, da!”
‘Ya nak, jadi aku pergi dulu ya!’


Awalan untuk menyatakan hormat dalam istilah kekerabatan, misalnya
a. “Sabarma Damang pabulus ma roham digonggom tondinghi do ho sarimatua”
‘ Sabar deh Nanda, luruskanlah hatimu, doaku akan senantiasa menyertaimu hingga masa tuamu’.


b. “Didia do, Damang, da parsinuan, oooiii! Taonon ma hope nian Amonghu na rapar so minum, rapar so mangan, o. o. o,. taonon ma hape nian Among na marlage-lage tano on”
‘Di manakah gerangan Ayahanda, Bapak, o0o iii!, haruskah aku mengalami lapar karena tidak minum dan lapar tidak makan, harus jugakah aku mengalami bertikarkan tanah’.


c. “Angkang boru ma disungkun Dahahang annon!” ninna si Martunas Panahatan”
‘Tanya saja deh nanti pada Kanda putri, Kanda! ujar si Martunas Panahatan’


=============================================================================


D. Partikel Ma
Partikel ma digunakan untuk
Menekankan kalimat imperaktif, dan penguat sebutan dalam kalimat
a. “Borhat ma hamu”
‘Silakan berangkat’
b. “Beta ma, anggia, nanggo apala i laba ni hita na marama”
‘Marilah dek, supaya ada buktinya bahwa kita mempunyai bapak’


Menyatakan maka dalam kalimat pasif
… gabe tarhatotong ma nasida umbegesa’
‘Maka tertegunlah mereka mendengarnya’.
Menekankan maksud, misalnya
a. “Ba, tu jabu ma hamu’
‘Mari, silakan ke rumah dulu’.
b. “Songon on do, Among, di jabu ma hamu, asa lao hami tu balian da! “
‘Begini, Bapak di rumah saja deh ya, supaya kami ke sawah ya’.


Menyatakan yang akan terjadi, misalnya
a. “Tangkoon ni halak ma annon mobilmon”
‘Dicuri orang deh nanti mobilmu itu’.
b. “Haraton ni biang ma annon sipatu on anggo peak peak di duru”
‘Sepatu ini akan digigit anjing kalau terletak di luar’.


============================================================================


E. Partikel Ba
Partikel ba digunakan untuk,
Menyatakan keheranan, misalnya
a. “Ba ai ho do i Ompu Guasa, “
‘Eh, ternyata kamu rupanya Ompung Guasa!’


b. “Ba ai hatop ma hamu, Hahang, mulak! “
‘Kok, cepat sekali sih pulangnya Kak’


sebagai partikel dalam kalimat larangan, misalnya
a. ” Unang songoni ba”
‘Jangan begitu dong’.


b. “Sotung ditadinghon ho ibana ba”.
‘Awas deh jangan sampai kamu tinggalkan dia’.


Menarik perhatian, misalnya
a. “Ba boasa pola marhoi ho anak ni namboru mangalusi ahu; adong angka na maol sihataan”.
‘Wah, kok susah-susah sih menjawab pertanyaanku Pariban, adakah hal-hal yang pelik untuk dibicarakan?’.
Menyatakan sikap mengalah, misalnya
b. “Ba, na uli”.
‘ Yah, kalau begitu, baiklah’
c. “Ba, molo halak i mangalusi ba halak i ma di si, anggo ahu ndang dohot di si”
‘Ya baiklah, kalau orang itu yang menjawab ya sudah terserah mereka, kalau aku, aku tidak ikut di situ’.


Bentuk fatis horas ini dapat digunakan dalam berbagai situasi. Ucapan salam dalam pertemuan, perjumpaan, sebagai pemberkatan atau sebagai doa. Makna yang dikandungnya antara lain, kuat, tetap teguh, keras, hidup, selamat serta sejahtera, sehat, bahagia, lahir dan batin, serta dirgahayu. Penggunaannya dapat menimbulkan suasana keakraban, kedamaian dan sekaligus harapan serta ucapan selamat bagi orang yang
disapa, sambil biasanya menyalami dengan genggaman erat tangan orang yang diucapi salam, horas, misalnya


a. “Sai horas ma raja i!”
‘Semoga raja selalu selamat sejahtera!’
b. “Horas ma hita on sude! Horas!”
“Semoga kita semua selamat! Selamat!
c. “Sinur ma na pinahan Gabe ma na niula,
“Horas-horas hita sudena “
‘Berkembangbiaklah seluruh ternak peliharaan Berhasil segala pekerjaan dan selamat sejahtera kita semua.’
Ini merupakan bentuk ucapan berkat di dalam Batak Toba.


=============================================================================


Penggunaan Atik na; Atik beha; Ating tung; Atik pe


Paduan fatis atik na, atik beha, atik tung ini digunakan umumnya di tengah ujaran.
Pemakaian paduan fatis atik bervariasi dengan atek; aik; aek. Fatis atik na bermakna ‘janganjangan’ (yang mengungkapkan keragu-raguan), atik beha; atik tung ‘kalau-kalau’, atik pe ‘ walaupun’ .


1) “Laos so mulak dope ibana ndi, atik na lilu do i”.
‘Kok dia belum pulang juga, jangan-jangan dia keliru’.


2) “Mangalompa ma hamu atik beha tibu Amanta mulak sian kantor”.
‘Masak dulu deh siapa tahu Bapak cepat pulang dari kantor’.


3) “Hatop maho borhat da atik beha ro udan, sotung gabe tarhalang annon ho ro”
‘Cepat deh berangkat siapa tahu turun hujan, nanti kamu jadi terhalang datang’.


Daga! horas-ma
Paduan fatis ini digunakan pada awal ujaran, yang maknanya menyatakan keragu-raguan, keheranan, wahai, aduh, waduh. Sedangkan fungsinya untuk mengukuhkan pembicaraan, misalnya


1) “Daga songon i ma hape hata-hata na”
‘Waduh begitulah rupanya cemohannya’


2) “Daga! Horas ma, amangboru, horas”
‘Wahai! selamat deh amang boru, selamat’


I ma da tutu
Frase fatis ini digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, yang maknanya menekankan pujian sedangkan fungsinya mengukuhkan pembicaraan, misalnya


1. “Ima da tutu! ” ninna amana i; “ndang adong tutu asingna idaon anggo di rumang parduru ……..
‘Ya juga sih!’ sahut Bapak itu; ‘dari luar tampaknya sama sekali tidak ada perbedaan….’


2. “I ma da tutu, sintong do i!” ninna datu i; dung i rap mengkel ma nasida, ai na maraleale do nasida
‘Ya begitulah, benar kok itu!” ujar dukun itu; kemudian serentak mereka tertawa, karena mereka memang bersahabat’.


3. “I ma da tutu!” ninna amana i; “ndang adong tutu asing na idaon anggo di rumang pardudu, alai ganup laho mamangke hujur pusaho on ingkon jolo hundul do iba marhaombang sila, jala tiopon ma gomos, jala simanjujung dompak jolo, dais tu hujur i, ‘Yah, benar juga sih’, ujar ayahnya itu; ‘dari luar sih tidak ada sama sekali terlihat perbedaannya’, tetapi sebelum menggunakan tombak pusaka itu kita harus lebih dulu
duduk bersila sembari memegangnya kuat-kuat dan kepala bagian depan menyentuh tombak itu.


Na uli
Frase fatis ini digunakan pada awal tengah dan akhir ujaran yang maknanya menekankan pujian yang menyatakan penghargaan atau persetujuan atas ucapan orang lain, ‘baiklah!, setuju’, sedangkan fungsinya untuk mengukuhkan pembicaraan, misalnya


1. “Na uli, Among, saonnari pe, Among, laope ahu, Among, tu huta Barus mangalapi Datu Partungkot Bosi
‘Baik deh Pak, sekarang juga aku akan pergi ke kampung Barus menjemput Dukun si tongkat besi…’


2. “Ba, na uli! “
‘Ya, baiklah!’


3. “Na uli, anggia, ba, didok rohangku tapungka ma, Martangi-tangian ma hita da, rajanami! “
‘Baiklah dek, menurutku kita mula saja pembicaraan ini. Baiklah kita saling memperhatikan dan mendengarkan Tuan Raja’.


Horas ma
Frase dengan horas ma dipergunakan untuk memulai dan mengakhiri interaksi antara pembicara dan kawan bicara sesuai dengan keperluan dan situasinya, misalnya
1. “Horas ma, Among!”
‘Salam sejahtera, Bapak’


2. “Ba, horas ma! songon na hatop ma ho Ito, ro! “
‘Yah, selamat deh, kok sepertinya kamu lebih awal datangnya ito dari biasa?’


3. “Ba, horas ma, rajanami!”
‘Selamatlah, ya tuan!’


I do
Frasa fatis ini digunakan pada awal ujaran dan tengah ujaran yang maknanya menekankan pujian dan membenarkan pernyataan, fungsinya mengulang pembicaraan, misalnya
1. “I do, i do, i do sasintongna”
‘Ya begitu, begitu, begitu deh yang sebenarnya’


2. “1 do tahe, i do, i do, toho do i!”
‘Ya begitu deh, begitu, begitu itu, benar deh begitu!’


Bahen ma nian
Frasa bahen ma nian digunakan pada awal ujaran yang maknanya menekankan pujian dan berfungsi mengukuhkan pembicaraan, misalnya


1. “Bahen ma nian, datunami, sai sahat ma”
‘Yah gitu deh Datu, semoga deh tercapai’


2. “Bahen ma nian, asalma adong allangon siganup ari”
‘Ya gitu deh, pokoknya cukup untuk makan sehari-hari’


3. “Bahen ma nian, marsiajar do pe i bana, ndang diboto do pe mangalului hepeng”
‘Yah gitu deh, dia masih belajar kok, belum pintar mencari uang’


Ba mauliate da
Frasa ba mauliate da digunakan pada awal ujaran atau akhir ujaran yang maknanya menekan rasa syukur dan terima kasih, dan fungsi meneguhkan pembicaraan, misalnya
1. … “ba mauliate da, datu nami”
‘yah terima kasihlah ya, datuk’


2. … “Ba mauliate ma da, nunga huida tutu!”ninna raja i; dung i mulak ma ibana tu jabuna.
‘Yah terima kasihlah ya, aku sungguh sudah melihatnya!’ ujar raja itu; setelah itu dia kembali ke rumahnya’


3. “Ba mauliate ma da di ho, ingot ma hatangki!” ninna ina ni pidong rungkisa i.
‘Yah terima kasih deh buat kamu ya, ingatlah pesanku itu!’ ujar induk burung rungkisa itu.


I ma tutu
Frase fatis ini digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, yang maknanya menekankan pujian, membenarkan, sedangkan fungsinya mengukuhkan pembicaraan, misalnya
1. “I ma tutu, boru Datulang! ” ninna Partiang Nabulus
‘Ya begitu deh kekasihku!’ ujar Partiang Nabulus


2. “Olo Boru ni Datulang, sai songon i ma tutu? “ninna si Partiang Nabulus; dung i mijur ma ibana tu toru, laho mandapothon angka donganna.
‘Ya kekasihku, semoga deh seperti itu!’ ujar si Partiang Nabulus, kemudian ia
beranjak turun, menjumpai teman-temannya.


3. “1 ma tutu!” ninna natorop i di bagasan las ni roha.
‘Begitu deh sebenarnya!’ ujar orang banyak itu dengan sukacita


Tutu do i nian
Klausa fatis tutu do i nian ini digunakan pada awal ujaran, yang maknanya menekankan pujian, membenarkan, sedangkan fungsinya untuk mengukuhkan pembicaraan, misalnya
1. “Tutu do i nian, alai nunga tung tamba maolna!” ninna siseanna i mangalusi.
‘Benar juga itu sih, tetapi sudah semakin sulit’, sahut muridnya menjawab.


2. “Tutu do i nian, ingkon urupan do dongan, molo di bagasan parmaraan bolon, alai olat ni na tartolapta”
‘Benar juga itu sih, kita hares menolong teman yang dalam kesulitan besar, tetapi tentu yang sesuai dengan kemampuan kita’.


3. “Tutu do i nian, alai molo dung sai disosak, ise ma tutu naso mangido naumuli, na pasonangkon roha’
‘Itu benar juga, tetapi kalau terns didesak, siapa sih yang tidak meminta yang terbaik, yang menyenangkan hati’.


I do tutu
Klausa fatis ini digunakan pada awal ujaran, yang maknanya menekankan pujian, membenarkan, menegaskan kebenaran percakapan, sedangkan fungsinya untuk mengukuhkan pembicaraan, misalnya
a. “I do tutu sagodang-godang ni dosa ni amana, na so jadi baloson ni gelengna” .
‘Benar itu, sebesar-besarnya dosa orang tua, anak-anak tidak boleh membalasnya’.


b. “7 do tutu songon juhut santanggo attar i ma i nuaeng” .
‘Yah benar itu, artinya seperti “sepotong daging” kira-kira begitulah maksudnya’.


c. “I do tutu!” ninna Nai Bagas Marhusor, huhut dipahembang ma lage na imbaru.
‘Begitu kok sebenarnya!’ ujar Ibu Bagas Marhusor, sembari membentangkan tikar yang baru.


d. “I do tutu, Lae! sintong do songon i na masa i, songon na binaritahon ni laengku datu i!” ninna si Marholo.
‘Begitu kok sebenarnya, ipar! demikian sebenarnya kejadian itu, sebagaimana yang telah diberitakan oleh iparku datu itu!’ ujar si Marholo.


=============================================================================
DAFTAR PUSTAKA
Carle, Rainer, 1990. Opera Batak das Wandertheater der Toba-Batak in Nordsumatra.
Berlin: Hamburg: Dietrich Reimer Verlag.


Cruse, Alan, 2000. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics.
Oxford University Press.


Homes, Janet, 1994. An Introduction to Sosiolinguistics. London: Longman. Kaswanti, Bambang, 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


Keraf, Gorys, 1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah.


Kridalaksana, Harimurti., 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.


1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.


Leech, Geoffrey., 1993. Prinsip prinsip Pragmatik (terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia.


Lyons, John., 1995. Linguistics Semantics: An Introductions. New York Cambridge University Press.
Malinowski, B., 1923. “The Problem of Meaning in Primitive Language”. Inc. K. Ogden LA.
Richard, The Meaning of Meaning. London: Routledge & Kegan Paul. In Laver and Hutcheson (1972).
Moeliono, Anton M., dkk., 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Perum Balai Pustaka.


1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indoněsia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sinurat, 1984. Hujur Ni Si Bagas Marhusor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.