Pages

Wednesday 2 November 2011

Kristina van der Heijden, putri remaja Belanda, pencinta Bahasa Batak

Ketika mengikuti pesta di Bonataon di perkumpulan Batak UK (Bonapasogit UK), aku sangat terkesan bertemu dengan seorang wanita cantik yang duduk di gerombolan ibu2 pada saat kami sedang berkumpul di kedutaan besar Indonesia di London. Wajahnya cantik dengan penampilan yang cukup dewasa untuk remaja berusia 16 tahun, dan paras yang tidak menunjukkan bahwa dia adalah darah campuran Belanda/Batak. Rambutnya yang panjang terurai dengan wajah yang masih sangat muda, membuat dirinya menonjol dari gerombolan ibu-ibu tersebut. Sebagian dari rombongan itu sudah saya kenal sebelumnya dari acara Bonapasogit UK 2010. Rombongan ini adalah rombongan dari Punguan Halak Hita di Belanda. Mereka telah menyempatkan diri datang jauh-jauh dari Belanda untuk merayakan pesta Bonataon dengan kami halak Batak di UK. Pesta Bona taon kami di UK saat itu sangat meriah, dimeriahkan oleh seorang tamu istimewa, penyanyi Batak yang sangat terkenal dari Indonesia, Victor Hutabarat. Tentunya selain ingin bertemu dengan Victor Hutabarat, mereka juga ingin menyumbangkan tari2an Toba di acara itu.
Aku mendekati mereka, dan mulai berkicau dalam bahasa Batak medok ala Porsea. Berkenalan dengan yang belum kenal dan bercengkrama dengan yang sudah kenal. Ketika aku berkenalan dengan seorang ibu yang bermarga br Torus, yang bersasal dari Lumban Lobu, di Porsea saya sangat merasa bahagia, seperti menemukan seorang adek yang sudah lama tidak berjumpa. Kami menjerit dengan senangnya dan yang lainyapun ikut menjerit2. Eh tahe, boru Batak angka narintik.
Ketika aku mengalihkan perhatian dengan seorang anak cantik muda dalam kumpulan itu, aku bertanya: “hello, you look so beautiful, are you bule?” (Yang artinya: “hello cewek cantik, kamu separoh bule ya?” Terus yang lainya meyeletuk “Ai marhata Batak ho tu ibana da, ai malo do ibana marhata Batak” (Yang artinya: “Ya pake Bahasa Batak saja kau sama dia, dia pintar banget berbahasa Batak”). Really?? Jawabku. Dia tersenyum, terus dia bilang “ido boido”. Aku terbahak-bahak, selain mendengar logatya yang cukup medok, dan mulai berbahasa Batak denganku secara lancar, aku merasa sangat bangga melihat dedikasi mamanya Netty br Torus, untuk mengajarinya memakai bahasa itu di Belanda. Wajahnya yang cantik, tampang yang sangat bule dan masih remaja berusia 16 tahun, mungkin kita susah untuk membayangkan bahwa dia itu bisa berbasa Batak dengan bangganya. Ada perasaan malu dalam diriku, karena sekalipun aku lancar berbasahasa Batak, namun anakku tidak lancar, hanya bisa bilang beberapa kat

Teringat saya setiap berkunjung ke Samosir atau daerah kota kecil lainya di Tanah Batak, dimana didaerah ini, kalau wanita sudah bisa berdandan, pake bedak dan alis mata kelihatanya sudah tak mau lagi berbahasa Batak. Masuknya siaran TV secara bebas dari Ibu kota telah memberikan orang-orang didaerah untuk menggandrungi Bahasa Jakarta dan kadang2 pemakainya yang belum begitu fasih (misalnya pada saat memakai : Sih, dong, gue, lho, banget, etc), mendengarnya memang agak sedikit aneh.
Terus terang, memakai Bahasa itu sebenarnya adalah hak seseorang, namun aneh membayangkan bahwa kita yang berada diderah sendiri, harus mengaku tidak bisa berbahasa daerah itu. Coba bayangkan, seorang warga Inggris, yang lahir dan tinggal di Inggris dan mengaku tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak mau berbahasa Inggris. Mungkin hal ini akan dipertanyakan.
Yang paling parahnya lagi adalah ketika saya mengajak mereka berbahasa Batak, akan dijawab balik dalam bahasa Indonesia.

Waktu saya menanyakan, apakah mereka tidak bisa lagi berbahasa Batak, mereka tidak menjawab dengan rasa percaya diri, namun wajahnya kelihatan kesal. Yang paling anehnya adalah kalau ada turis yang berbahasa Inggris, mereka menjawabnya dalam Bahasa Inggris. Yang saya pertanyakan disini tentunya: Mereka bisa berbahasa Batak dan kalau saya menanyakan sesuatu dalam bahasa Batak, dijawab dalam bahasa Indonesia?
Orang Batak itu sangat terkenal dengan kefanatikanya menjadi orang Batak dan memiliki rasa patriotisme yang tinggi, namunn diabad ke 21 ini tentunya anak2 muda ingin jadi bintang sinetron seperti diTV dan gengsi untuk menyandang suku itu apalagi suku Batak yang tinggal di kampung. Malu jadi orang kampung? Kok? kan tinggal di kampung. Kadang-kadang bingung melihat sifat orang Batak yang sering sangat kontroversial dimana sering kita temukan “bangga versus tidak bangga” hal yang sering susah untuk aku analisa.
Menemukan Kristina yang begitu bangga menggunakan bahasa ini, telah memberi saya rasa malu menyesal bahwa saya sendiri tidak mengajari anak saya untuk bisa berbahasa Batak dengan lancar. Saya sangat salut sama cewek satu ini, dan kebangganya menjadi seorang blasteran. Semoga remaja2 dihuta terutama, bisa meniru kebanggaan cewek Belanda/Batak satu ini dan bisa melestarikan bahasa kita yang saat ini mungkin mengalami krisis kepunahan.
Terimakasih anda telah menyempatakan diri untuk membaca dokumen ini. Semoga ada faedahnya untuk kita semua dan kita bersama bisa melestarikan Bahasa Batak, baik ito Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak dan Angkola.
Horas, Mjuahjuah, Njuahjuah.

0 comments:

Post a Comment